Selasa, 23 November 2010
pengorbanan ibu
Pengorbanan Seorang Ibu
Masa usia setahun , ibu suapkan makanan dan memandikan kita. Cara kita ucapkan terima kasih kepadanya hanyalah
dengan menangis sepanjang malam. Saat usia 2 tahun, ibu mengajar kita bermain. Kita ucapkan terima kasih dengan
lari sambil tertawa terkekeh-kekeh apabila dipanggil. Ketika usia 3 tahun, ibu menyediakan makanan dengan penuh
kasih sayang.Kita ucapkan terima kasih dengan menumpahkan makanan.
Masuk usia 4-5 tahun, ibu belikan pensil warna dan pakaian. Kita
ucapkan terima kasih dengan menconteng dinding dan bergolek atas lantai
kotor. Saat usia 6 tahun, ibu memimpin tangan kita ke Tadika.Kita ucapkan terima kasih dengan menjerit," Tak mahu!
Tak mahu !". Ketika usia 7 tahun, ibu belikan sebiji bola, kita ucapkan terima kasih dengan memecahkan cermin rumah
jiran. Setelah usia 8-9 tahun, ibu menghantar kita ke sekolah, kita ucapkan terima kasih dengan ponteng sekolah.
Di usia 10-11 tahun, ibu menghabiskan masa sehari suntuk dengan kita,
kita ucapkan terima kasih dengan tidak bertegur sapa dan asyik bermain
dengan kawan.
Menjelang
usia 13 tahun, ibu suruh pakai pakaian menutup aurat, kita ucapkan
terima kasih dengan memberitahu bahawa pakaian itu ketinggalan zaman. Ketika menjangkau 18 tahun, ibu menangis
apabila tahu kita di terima
masuk universiti , kita ucapkan terima kasih dengan bersuka ria bersama
kawan-kawan. Menjelang usia 20 tahun, ibu bertanya apakah kita ada teman istimewa, kita katakan,...." itu bukan urusan
ibu”.
Setelah usia 25 tahun, ibu bersusah payah menanggung perbelanjaan
perkawinan kita, ibu menangis dan memberitahu bahawa dia sangat
sayangkan kita, tanda kita ucapkan terima kasih dengan pindah jauh
darinya. Ketika usia 30 tahun, ibu menelefon memberi nasihat mengenai penjagaan
bayi, kita dengan megah berkata,... " itu dulu , sekarang zaman moden
". Ketika usia meningkat 40 tahun, ibu menelefon mengingatkan tentang
kenduri di kampung, kita berkata, " kami sibuk...tak ada masa nak
datang ". Menjelang usia 50 tahun, ibu jatuh sakit dan meminta kita menjaganya.
Kita bercerita tentang kesibukan dan kisah-kisah ibu bapa yang menjadi
beban bagi anak-anak. Dan kemudian suatu hari...kita mendapat berita ibu meninggal, khabar
itu mengejutkan.... dalam linangan air mata, segala perbuatan terhadap
ibu muncul dalam ingatan satu persatu....
Persatuan Mahasiswa Islam USMKKj
http://pmi.eng.usm.my/v2 Powered by Joomla! Generated: 23 November, 2010, 22:02
Saat di taman kanak-kanak, ibu menghantar hingga masuk ke dalam
kelas,ibu perlu menunggu di sebelah sana. Aku tak peduli sebanyak
manapun pekerjaannya di rumah, aku tak perduli hujan, panas atau rasa
bosannya ketika menunggu. Aku senang ibu menungguku sampai lonceng
berbunyi. Setelah
besar, aku sering meninggalkannya bermain dengan teman-teman dan
berseronok.Tak pernah aku menemani ibu ketika sakit, ketika ibu
memerlukan pertolongan aku tak pernah ada. Masuk alam remaja, aku sering merasa malu berjalan bersama ibu.
Pakaian
dan dandannyaku anggap kuno dan tak serasi dengan penampilanku. Bahkan
sering kali aku sengaja mendahuluinya berjalan satu dua meter di
depannya agar orang tak menyangka aku bersamanya... malu!..
Padahal ibu yang menjagaku sejak kecil, tak pernah memikirkan
penampilannya, tak pernah membeli pakaian baru , apalagi perhiasan baru
untuknya tapi ibu gunakan untuk membelikanku pakaian yang bagus-bagus
agar aku kelihatan cantik. Ibu mengangkat tubuhku ketika aku jatuh,
membasuh luka di kaki dan mendekapku erat-erat saat aku menangis.
Mulai masuk di Intitut pengajiaan tinggi, aku makin jauh dengannya. Aku
pintar dan cerdas sering kali menganggap ibu orang bodoh dan tak
mengerti apa-apa. Ibu yang ku anggap bodoh, tak berwawasan , tak mengerti apa-apa, dan
bukan orang berpendidikan, doa di setiap sujudnya, pengorbanan dan
cintanya tak pernah terhenti sedetikpun untuk anak-anaknya.
Semua kenangan itu muncul satu persatu di fikiranku. Dalam linangan air
mata yang sudah terlambat, terus mengalir kedukaan dan penyesalan.
Dan anda sekarang yang masih mempunyai ibu disamping jangan menjadi
seperti aku....seperti ku dulu, memilih untuk memberikan perhatian
padanya nanti,tapi sudah terlambat.Benar bahawa kasih Ibu kepada
anaknya tak terbatas.....pengorbanan ibu jika dihitung takkan terbalas
oleh seorang anak..
Persatuan Mahasiswa Islam USMKKj
http://pmi.eng.usm.my/v2 Powered by Joomla! Generated: 23 November, 2010, 22:02
Senin, 22 November 2010
harry potter
Harry Potter and the Deathly Hallows
From Wikipedia, the free encyclopedia
Jump to: navigation, search
"Deathly Hallows" redirects here. For other uses, see Deathly Hallows (disambiguation).
"HP7" redirects here. For the postal district for Amersham, see HP postcode area.
For the film based on the novel, see Harry Potter and the Deathly Hallows (film).
Harry Potter books Harry Potter and the Deathly Hallows | |
---|---|
Author | J. K. Rowling |
Illustrators | Jason Cockcroft (Bloomsbury) Mary GrandPré (Scholastic) |
Genre | Fantasy |
Publishers | Bloomsbury (UK) Arthur A. Levine/ Scholastic (US) Raincoast (Canada) |
Released | 21 July 2007 |
Book no. | Seven |
Sales | 44 million (worldwide)[1] |
Story timeline | 26 July 1997 – 2 May 1998 and 1 September 2017 |
Chapters | 36 chapters and an epilogue |
Pages | 607 (UK) 759 (US) |
Preceded by | Harry Potter and the Half-Blood Prince |
Harry Potter and the Deathly Hallows was published in the United Kingdom by Bloomsbury Publishing, in the United States by Scholastic, in Canada by Raincoast Books, and in Australia and New Zealand by Allen & Unwin. Released globally in ninety-three countries, Deathly Hallows broke sales records as the fastest-selling book ever. It sold 15 million copies in the first twenty-four hours following its release,[1] including more than 11 million in the U.S. and U.K. alone. The previous record, nine million in its first day, had been held by Harry Potter and the Half-Blood Prince.[2] The novel has also been translated into numerous languages, including Ukrainian,[3] Swedish,[4] Polish[5] and Hindi.[6]
Several awards were given to the novel, including the 2008 Colorado Blue Spruce Book Award, and it was listed as a "Best Book for Young Adults" by the American Library Association.[7] Reception to the book was generally positive, although some reviewers found the characters to be repetitive or unchanging. A two-part film based on the novel is in the works, with part one's release date in November 2010 and the second part in July 2011.
afgan syah reza
BIODATA AFGAN SYAH REZA
Afgan Syah Reza
Laki-Laki
Islam
Jakarta, 27 Mei 1989
Biografi :
Afgan Syah Reza adalah seorang pendatang baru dalam dunia musik Indonesia. Kehadirannya ditandai dengan debut albumnya CONFESSION NO.1 pada Januari 2008.
Dalam album yang diproduksi oleh Wanna B Production dan didistribusikan oleh PT Sony-BMG itu terdiri dari 13 lagu. Di mana sebagai lagu andalan lagu Terima Kasih Cinta, Klise dan Tanpa Batas Waktu yang video klipnya dibintangi Thalita Latief dengan sutradara Jose Purnomo.
Dengan warna musik yang dipengaruhi pop, soul, R&B dan jazz, album ini melibatkan musisi beken, seperti Fajar LMN, Harry Budiman (produser Tangga), Deddy Dhukun, Dian HP dan Bebi Romeo sebagai komposer.
Afgan sendiri merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Lola Purnama dan Loyd Yahya. Lahir di Jakarta, 27 Mei 1989, ia besar dalam keluarga penikmat musik, yang kemudian membuka kesempatan dirinya mengembangkan karier.
Afgansyah Reza (lahir di Jakarta, 27 Mei 1989; umur 21 tahun) adalah penyanyi Indonesia berdarah Minang.[1] Anak kedua dari empat bersaudara pasangan Lola Purnama dan Loyd Yahya ini merilis debut albumnya berjudul Confession No.1 di bulan Januari 2008. Album yang diisi dengan 13 lagu ini kental terasa dipengaruhi pop, soul, R&B, dan jazz dan mengandalkan lagu "Terima Kasih Cinta", "Klise", "Sadis", dan "Tanpa Batas Waktu". Penggarapan video klip untuk lagu "Terima Kasih Cinta" dengan pendukung Thalita Latief dikerjakan oleh sutradara Jose Purnomo. Album ini diproduksi oleh Wanna B Production dan didistribusikan di bawah label PT Sony-BMG dan penggarapannya dibantu sejumlah musisi ternama antara lain Fajar LMN, Harry Budiman (produser Tangga), Deddy Dhukun, dan Dian Pramana Putra, dan Bebi Romeo sebagai komposer.[2][3]. Pada tahun 2010, Afgan mengeluarkan album keduanya, yang diberi judul "The One". Alasan mengapa album keduanya bertajuk "The One", karena tahun 2010 adalah tahun yang istimewa, ia merilis album dan filmnya dalam waktu yang bersamaan, maka dari itu album keduanya diberi judul "The One". Di album tersebut Afgan menyanyikan 12 lagu plus 1 bonus track "PadaMu Kubersujud". Single pertamanya adalah Cinta 2 Hati, yang sekaligus juga menjadi Soundtrack film perdananya, Cinta 2 Hati.
Capasss SMK Negeri 2 bandar lampung
Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya mengibarkan duplikat bendera pusaka dalam upacara peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Anggotanya berasal dari pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas kelas 1 atau 2. Penyeleksian anggotanya biasanya dilakukan sekitar bulan April untuk persiapan pengibaran pada 17 Agustus di beberapa tingkat wilayah, provinsi, dan nasional.
Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil presiden saat itu, Soekarno, untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih "Pasukan Pengerek Bendera Pusaka". Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
Lambang
Lambang dari organisasi paskibra adalah bunga teratai[sunting] Sejarah
Gagasan Paskibraka lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-1, Presiden Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta. Pada saat itulah, di benak Mutahar terlintas suatu gagasan bahwa sebaiknya pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa.Tetapi, karena gagasan itu tidak mungkin terlaksana, maka Mutahar hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebertulan sedang berada di Yogyakarta. Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.
Ketika Ibukota dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1950, Mutahar tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka. Pengibaran bendera pusaka pada setiap 17 Agustus di Istana Merdeka dilaksanakan oleh Rumah Tangga Kepresidenan sampai tahun 1966. Selama periode itu, para pengibar bendera diambil dari para pelajar dan mahasiswa yang ada di Jakarta.
Tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil presiden saat itu, Soekarno, untuk menangani lagi masalah pengibaran bendera pusaka. Dengan ide dasar dari pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok yang dinamai sesuai jumlah anggotanya, yaitu:
- Kelompok 17 / pengiring (pemandu),
- Kelompok 8 / pembawa (inti),
- Kelompok 45 / pengawal.
Mulai tanggal 17 Agustus 1968, petugas pengibar bendera pusaka adalah para pemuda utusan provinsi. Tetapi karena belum seluruh provinsi mengirimkan utusan sehingga masih harus ditambah oleh ex-anggota pasukan tahun 1967.
Pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta berlangsung upacara penyerahan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan reproduksi Naskah Proklamasi oleh Suharto kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Bendera duplikat (yang terdiri dari 6 carik kain) mulai dikibarkan menggantikan Bendera Pusaka pada peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1969 di Istana Merdeka Jakarta, sedangkan Bendera Pusaka bertugas mengantar dan menjemput bendera duplikat yang dikibar/diturunkan. Mulai tahun 1969 itu, anggota pengibar bendera pusaka adalah para remaja siswa SLTA se-tanah air Indonesia yang merupakan utusan dari seluruh provinsi di Indonesia, dan tiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja.
Istilah yang digunakan dari tahun 1967 sampai tahun 1972 masih "Pasukan Pengerek Bendera Pusaka". Baru pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan suatu nama untuk Pengibar Bendera Pusaka dengan sebutan PASKIBRAKA. PAS berasal dari PASukan, KIB berasal dari KIBar mengandung pengertian pengibar, RA berarti bendeRA dan KA berarti PusaKA. Mulai saat itu, anggota pengibar bendera pusaka disebut Paskibraka.
Langganan:
Postingan (Atom)